Rabu, 20 Januari 2016

Sejarah Persib Bandung

Persib Bandung


Persib Bandung
Logo Persib
Nama lengkap Persatuan Sepak Bola
Indonesia Bandung
Julukan Maung Bandung
Pangeran Biru
Didirikan 14 Maret 1933 (82 tahun lalu)
Stadion Stadion Gelora bandung Lautan Api
Bandung, Indonesia
(Kapasitas: 25.000)
Direktur Utama Bendera Indonesia Glenn Sugita,Erick Thohir
Manajer Bendera Indonesia Umuh Muchtar
Pelatih Bendera Indonesia Djajang Nurjaman
Liga Liga Super Indonesia
2014 ke-1, Liga Super Indonesia
Situs web Situs web resmi klub
Kelompok suporter Viking Persib Club, Bobotoh

Kostum kandang
Kostum tandang
Kostum ketiga
Soccerball current event.svg Musim ini
Persib (Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung) adalah sebuah tim sepak bola Indonesia yang berdiri pada 14 Maret 1933, klub ini berbasis di Bandung, Jawa Barat. Persib saat ini bermain di Liga Super Indonesia. Julukan mereka adalah Maung Bandung dan Pangeran Biru sponsor utama dan terbesar masih di pegang Indofood.
 akhirnya tampil sebagai juara, Persebaya Surabaya (runner-up), Persija Jakarta (peringkat 3), PSM Makassar (4), PSL Langkat, Persema Malang dan Persipura Jayapura sehingga terlempar dari posisi “4 Besar”. Akibatnya, Persib tidak berhak tampil di Turnamen “Piala Soeharto” yang hanya diikuti oleh empat tim terbaik.
Dua tahun kemudian di Jakarta, Persib hanya mengakhiri kompetisi di peringkat ketujuh dari delapan kontestan dengan rekor sekali menang, sekali imbang dan 5 kali kalah. Satu-satunya kemenangan Persib dicatat pada partai pembuka ketika menjungkalkan juara bertahan, PSMS 3-1. Sedangkan lima kekalahan Persib dialami dari Persija 0-2 yang akhirnya tampil sebagai juara, Persipura Jayapura 0-2, Persebaya Surabaya 0-1, dan PSBI Blitar 0-1. Hasil imbang dicatat ketika bermain 2-2 dengan PSL Langkat. Kegagalan Persib sedikit terobati ketika salah seorang bintang muda Persib, Risnandar Soendoro dinobatkan sebagai pemain terbaik Kompetisi Perserikatan 1973.
Pada Kompetisi Perserikatan 1975, Persib benar-benar kehilangan tempat di jajaran elit sepakbola nasional. Saat itu, Persib tidak mampu meloloskan diri ke putaran final karena hanya menempati peringkat ketiga Pool D babak “18 Besar”. Dari 4 partai yang dimainkan di Stadion Menteng Jakarta, Persib hanya mencatat dua kemenangan dari PSM Makassar 2-0 lewat gol Encas Tonif pada menit 74 dan Teten menit 81 serta Gasko Kolaka 4-0 melalui hattrick Dedi Sutendi dan Akub.
Prestasi Persib kembali meningkat pada musim 1975-1978. Setelah menjuarai babak kualifikasi Grup B di Stadion Siliwangi Bandung dan Stadion Bima Cirebon, Persib lolos ke putaran final. Pada babak kualifikasi ini, Persib mencatat rekor tak terkalahkan dan tak pernah kebobolan dalam empat partai yang dimainkannya. Pada pertandingan pertama, gol-gol yang disumbangkan Atik (menit 29), Nandar Iskandar (41-pen.), Max Timisela (43), Teten (44) dan Herry Kiswanto (60) membawa Persib menundukkan PSKB Binjai 5-0.
Selanjutnya, Persib membantai Persisum Sumbawa 6-0 dan membekap PSM Makassar 3-0 lewat dua gol Tjetjep pada menit 16 dan 59 serta Zulham Effendi, empat menit menjelang pertandingan usai. Pada pertandingan penutup, Persib mengalahkan Perseban Banjarmasin 2-0 melalui gol yang diciptakan Zulham Effendi dan Nandar Iskandar sekaligus memastikan diri lolos ke babak “8 Besar”.
Namun, pada putaran final yang digelar di Jakarta, Persib harus mengubur impiannya lolos ke semifinal. Meski sempat mencatat kemenangan 2-0 atas Persipura lewat gol Atik dan Nandar Iskandar, namun dalam dua pertandingan terakhir, Persib dibekap Persebaya 0-2 dan tuan rumah Persija 0-3. Catatan sekali menang dan 2 kali kalah ini menempatkan Persib di peringkat ketiga Grup G.
Sial buat Persib, mulai tahun 1979, PSSI mulai menerapkan pembagian divisi buat tim-tim perserikatan yang mengharuskan sistem promosi dan degradasi diberlakukan. Ketika itu PSSI menetapkan, Divisi Utama Perserikatan hanya dihuni 5 tim dan tiga tim terbawah di putaran final kompetisi 1978 harus terdegradasi ke Divisi I. Karena hanya menempati peringkat ketiga Grup G, Persib harus menghadapi peringkat ketiga Grup F, Persiraja Banda Aceh untuk mencari tim ketiga yang terlempar ke Divisi I. Dua tim yang otomotis terdegradasi adalah tim juru kunci Grup F PSBI Blitar dan Grup G Persipura Jayapura. Pada partai play-off ini, Persib menyerah 1-2 dari Persiraja yang memaksanya bertarung dari “kampung ke kampung” pada musim kompetisi berikutnya.
Pada musim pertamanya di Divisi I, Persib menjuarai Grup V yang merupakan babak kualifikasi pertama (tingkat zona). Di babak kedua tingkat nasional, Persib bergabung di Grup B bersama Perseden Denpasar, Persigowa Gowa dan PSP Padang. Persib memastikan diri lolos ke babak “6 Besar” setelah mencatat sekali menang, sekali imbang dan sekali kalah di Stadion Sriwedari Solo. Sebagai runner-up Grup B, Persib lolos bersama Perseden.
Lolosnya Persib ke babak “6 Besar” ditentukan pada partai terakhir ketika mengalahkan Perseden 3-0 lewat gol Risnandar melalui titik penalti pada menit 8, Tjetjep (35) dan Ismawadi (42). Dalam dua pertandingan sebelumnya, Persib dikalahkan PSP 0-1 dan bermain imbang 1-1 dengan Persigowa. Gol Persib ke gawang Persigowa dicetak Itang pada menit 42.
Namun, Persib yang tergabung di Grup D babak “6 Besar:, gagal kembali ke Divisi Utama, karena hanya mampu bermain imbang 0-0 dengan PSKB Binjai dan dikalahkan Persipura 1-2. Dalam pertandingan ini, dua gol Persipura dicetak Panus Korwa menit ke-2 dan Hengky Heipon menit 4. Sedangkan gol balasan Persib dicetak Atik pada menit 75.
Pada musim berikutnya, pengurus Persib melakukan terobosan dengan mendatangkan pelatih asal Polandia, Marek Janota. Ketika itu, Marek diberi tugas untuk membina para pemain muda Persib secara berkesinambungan. Kelak, pemain-pemain tersebut akan menjadi tulang punggung Persib senior. Sementara itu, tim Persib senior yang dipimpin Manajer H.M. Ruchiyat dan pelatih Risnandar serta dibantu dua sistennya, Wowo Sunaryo dan Suhendar terus berusaha bangkit.
Setelah berjuang dari tingkat zona, wilayah dan nasional, dengan materi pemain di antaranya Sobur, Adeng Hudaya, Suryamin, Encas Tonif, dan Iwan Sunarya, pada tahun 1980 Persib akhirnya kembali ke Divisi Utama bersama PSIS Semarang, Persema Malang dan PSP Padang untuk melengkapi 6 tim lain di Divisi Utama yaitu Persija Jakarta, PSMS Medan, Persipura Jayapura, PSM Makassar, Persebaya Surabaya dan Persiraja Banda Aceh.
Setelah kembali ke Divisi Utama pada Kompetisi Perserikatan 1983, Persib langsung unjuk gigi. Meski pada putaran pertama Wilayah Barat di Stadion Imam Bonjol, Padang, hanya mencatat sekali kemenangan atas PSP Padang 2-1 (sisanya kalah 1-2 dari PSMS serta bermain imbang 2-2 dengan PSMS dan 0-0 dengan Persija), Persib memastikan diri lolos ke babak “4 Besar”, setelah mencetak 3 kemenangan dan sekali imbang di putaran kedua di Stadion Siliwangi.
Pada pertandingan pertama, gol-gol yang disumbangkan Adeng Hudaya (30), Wolter Sulu (52), Encas Tonif (66) dan Bambang Sukowiyono (72) mengantarkan Persib meraih kemenangan 4-0 atas Persiraja. Selanjutnya, PSP dibabat 5-0 lewat hattrick Adjat Sudradjat pada menit 18, 38 dan 55, serta gol tambahan dari Bambang Sukowiyono (8) dan Robby Darwis (68). PSMS yang akhirnya tampil sebagai juara Wilayah Barat juga ditaklukan dengan skor 3-1 melalui gol Bambang Sukowiyono (12-pen.) dan dua gol Adjat Sudradjat pada menit 22 dan 66. Pada partai pamungkas Wilayah Barat, Persib bermain imbang tanpa gol dengan Persija.
Di babak “4 Besar” yang berlangsung di Stadion Utama Senayan, Persib dan PSMS bergabung dengan dua wakil Wilayah Timur, Persebaya Surabaya dan PSM Makassar. Persib akhirnya lolos ke grandfinal setelah mengalahkan Persebaya 2-1 lewat gol Wawan Karnawan (40) dan Wolter Sulu (60); kembali membekap PSMS 2-1 melalui dua gol yang diborong Adjat Sudradjat dan menghancurkan PSM Makassar 3-0 lewat gol Djafar Sidik (10), Yana Rodiana dan Bambang Sukowiyono (74).
Sebagai tim yang mencatat hasil sempurna, Persib diunggulkan untuk kembali merebut Piala Presiden. Namun, Persib yang tampil impresif akhirnya gagal karena harus mengakui keunggulan PSMS 2-3 melalui drama adu penalti, setelah bermain imbang tanpa gol dalam waktu normal.
Dengan materi pemain yang tidak jauh berbeda, Persib mencatat hasil serupa. Pada pertandingan final ulangan, Persib kembali harus berduka karena kembali menyerah 1-2 dalam duel adu penalti dengan PSMS. Dalam waktu normal dan perpanjangan waktu, Persib dan PSMS bermain imbang 2-2 dalam partai final yang disaksikan sekitar 150.000 penonton yang memadati Stadion Utama Senayan.
Dua kegagalan pada musim 1982/1983 dan 1983/1984, tidak membuat Persib patah arang. Pada tahun 1986, Adeng Hudaya dan kawan-kawan akhirnya bisa membumikan Piala Presiden di Bandung setelah di final mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 lewat gol tunggal Djadjang Nurdjaman.
Para pemain yang sukses mengakhiri penantian panjang Persib selama seperempat abad itu sebagian besar merupakan hasil binaan Marek Janota. Ketika itu skuad Persib dihuni Sobur, Boyke Adam, Wawan Hermawan (penjaga gawang), Wawan Karnawan, Ade Mulyono, Suryamin, Ujang Mulyana, Sarjono, Adeng Hudaya, Robby Darwis, Yoce Roni, Kornelis, Ajid Hermawan, Ajat Sudradjat, Yana Rodiana, Sam Triawan, Iwan Sunarya, Dede Rosadi, Djadjang Nurdjaman, Bambang Sukowiyono, Suhendar, Kosasih dan Djafar Sidik. Pemain-pemain berbakat itu ditangani pelatih Nandar Iskandar.
Sayang, Piala Presiden gagal dipertahankan Persib pada musim berikutnya, 1986/1987. Setelah lolos ke babak “6 Besar”, Persib gagal lolos ke grandfinal karena hanya berada di peringkat ketiga klasemen akhir. Nilai yang dikumpulkan Persib yaitu 6, hasil sekali menang dan 4 kali seri, sebenarnya sama dengan PSIS Semarang. Namun, karena buruknya produktivitas gol, Persib harus memberikan tempat di grandfinal kepada PSIS yang akhirnya tampil sebagai juara dengan mengalahkan Persebaya 1-0. Dari 5 pertandingan yang dimainkan, Persib hanya mencetak dua gol melalui Adjat Sudradjat ketika bermain imbang 1-1 dengan Persipura dan Adeng Hudaya saat mengalahkan PSIS 1-0.
Pada musim berikutnya, 1987/1988, Persib mencatat hasil serupa. Ketika itu, Persib kalah bersaing dengan Persebaya yang akhirnya tampil sebagai juara dan Persija. Namun, pada musim 1989/1990, Persib kembali unjuk gigi. Di bawah besutan pelatih Ade Dana dan dua asistennya Dede Rusli dan Indra M. Thohir, Persib tampil sebagai kampiun setelah pada babak grandfinal di Stadion Utama Senayan mengalahkan PSM Makassar 2-0 lewat gol bunuh diri Subangkit dan Dede Rosadi.
Mengawali dekade 90-an, Persib mengawali Kompetisi Perserikatan dengan kegagalan. Namun, setelah lolos dari babak reguler Wilayah Barat ke babak “6 Besar” bersama PSMS dan PSDS Deli Serdang, Persib masih sempat lolos ke semifinal berkat kemenangan 2-1 atas Persebaya lewat gol Kekey Zakaria menit ke-7 dan Robby Darwis menit 30 dan menjinakkan PSDS 1-0 melalui gol tunggal Dede Rosadi pada menit 62. Namun, di semifinal, Persib harus mengakui keunggulan PSM Makassar 1-2. Gol Robby Darwis melalui titik penalti pada menit 65 tidak mampu menyelamatkan Persib karena PSM mampu mencetak dua gol melalui Alimudin Usman pada menit 54 lewat titik penalti dan Kaharudin menit 79.
Kegagalan Persib makin lengkap ketika pada pertandingan perebutan tempat ketiga pun dikalahkan Persebaya 1-2. Bagi Persib, peringkat keempat ini menjadi prestasi terburuk sejak kebangkitan di awal dekade 80-an.
Tapi, seperti sudah menjadi garis tangan Persib, kegagalan itu langsung dibayar pada musim 1993/1994. Persib kembali jadi kampiun disertai catatan sejarah, karena musim 1993/1994 merupakan Kompetisi Perserikatan terakhir, sebelum dilebur menjadi Liga Indonesia (LI) pada musim 1994/1995. Persib berhasil membumikan Piala Presiden di Bandung untuk selamanya, setelah di final menjungkalkan PSM Makassar 2-0. Dua gol kemenangan Persib pada partai final yang disaksikan lebih dari 100.000 penonton itu dicetak Yudi Guntara menit ke-26 dan Sutiono Lamso menit 71.
Pada partai final itu, pelatih Indra M. Thohir yang didampingi Asisten Pelatih Djadjang Nurdjaman dan Emen Suwarman menurunkan formasi terbaiknya yaitu Aris Rinaldi (kiper); Robby Darwis, Roy Darwis, Yadi Mulyadi (belakang); Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Asep Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara (gelandang), Kekey Zakaria, dan Sutiono Lamso (striker).

1990-an: Bergulirnya Liga Indonesia

Sebuah catatan sejarah dibuat PSSI pada pertengahan dekade 90-an. Setelah bertahun-tahun terjadi dualisme kompetisi yaitu Perserikatan (amatir) dan Galatama (semiprofesional), mulai musim 1994-1995, PSSI memutuskan menggabungkan kedua kompetisi sepakbola di tanah air tersebut dan membuka keran bagi pemain asing. Sebanyak 34 tim, terdiri dari 16 eks Galatama dan 18 eks Perserikatan, tampil dalam kompetisi bernama resmi Liga Indonesia (LI).
Ke-34 peserta dibagi ke dalam dua wilayah, Barat dan Timur. Di Wilayah Barat bercokol Arseto Solo, Bandung Raya, BPD Jateng, Mataram Putra, Medan Jaya, Pelita Jaya Jakarta, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persijatim Jakarta Timur, Persiku Kudus, Persiraja Banda Aceh, Persita Tangerang, PS Bengkulu, PSDS Deli Serdang, PSMS Medan, Semen Padang, dan Warna Agung. Sedangkan di Wilayah Barat, ada Arema Malang, Assyabaab Salim Grup Surabaya (ASGS), Barito Putra, Gelora Dewata, Mitra Surabaya, Persebaya Surabaya, Persegres Gresik, Persema Malang, Persiba Balikpapan, Persipura Jayapura, Petrokimia Putra Gresik, PSIM Yogyakarta, PSIR Rembang, PSIS Semarang, PSM Makassar, Pupuk Kaltim Bontang, dan Putra Samarinda.
Ke-17 tim yang berada di masing-masing wilayah harus bertarung secara reguler dalam 32 pertandingan home and away. Empat tim teratas berhak lolos ke babak “8 Besar”, dan dua tim terbawah di masing-masing wilayah degradasi ke Divisi I.

Liga Indonesia/1994-95

Kendati keran pemain asing sudah dibuka lebar-lebar oleh PSSI, namun Persib tetap mengandalkan pemain lokal pada LI I/1994-95. Meskipun demikian, dominasi Persib yang sudah dipancangkan sejak pertengahan dekade 80-an, belum tergoyahkan. Dalam kompetisi gaya baru ini, Robby Darwis dan kawan-kawan tetap menjadi yang terbaik. Di final yang berlangsung di Stadion Utama Senayan, Jakarta, Persib menjungkalkan wakil Galatama, Petrokimia Putra, dengan skor tipis 1-0 lewat gol tunggal Sutiono Lamso pada menit 76.
Sukses tim asuhan Indra M. Thohir menjuarai LI I ini tergolong sangat mengejutkan dan di luar perkiraan banyak pemerhati sepakbola nasional. Selain hanya mengandalkan pemain lokal, sementara tim lain kebanyakan menggunakan jasa pemain asing, Persib pun memulai kompetisi dengan hasil buruk. Pada partai pembuka, Persib dikalahkan Pelita Jaya 0-1 melalui gol tunggal pemain asing asal Yugoslavia (sekarang Serbia-Montenegro), Dejan Gluscevic.
Di babak reguler, dengan mengalami tiga kekalahan, Persib pun hanya lolos ke babak “8 Besar” sebagai runner-up di bawah Pelita Jaya. Setelah lolos ke Senayan, Persib membuka pertandingan Grup B, 20 Juli 1995, dengan hasil imbang tanpa gol dengan Petrokimia Putra. Dalam pertandingan ini, Petrokimia Putra menurunkan dua pemain asing andalannya, Jacksen F. Tiago (Brasil) dan penjaga gawang asal Trinidad & Tobago, Darryl Sinerine. Sementara pada pertandingan lain, ASGS membekap Medan Jaya 2-1.
Persib baru membuka peluang lolos ke semifinal setelah pada partai kedua, 23 Juli 1995, menundukkan Medan Jaya 2-1 dan pada pertandingan lain, Petrokimia Putra kembali bermain imbang 2-2 dengan ASGS. Hasil ini membuat persaingan perebutan dua tiket dari Grup B semakin panas, terutama tiga tim yang masih punya peluang yaitu Persib, ASGS dan Petrokimia Putra.
Pada partai penentuan, 26 Juli 1995, Persib tampil luar biasa ketika membekap pimpinan klasemen sementara, ASGS dengan skor telak 3-0, sekaligus menempatkan diri di babak semifinal sebagai juara Grup B. Persib akhirnya didampingi Petrokimia Putra yang menang 3-0 atas Medan Jaya.
Di babak semifinal, 28 Juli 1995, Persib bertemu Barito Putra yang menjadi runner-up Grup A. Dalam pertandingan yang berlangsung sengit, Persib akhirnya berhasil mematahkan perlawanan keras Barito Putra lewat gol tunggal Kekey Zakaria. Dengan seabreg tudingan Persib diselamatkan wasit pada babak semifinal, Robby Darwis dan kawan-kawan melenggang ke partai puncak untuk kembali berhadapan dengan Petrokimia Putra yang menyingkirkan Pupuk Kaltim 1-0 berkat gol tunggal Widodo Cahyono Putro.
Pada partai puncak, 30 Juli 1995, Persib masuk ke lapangan di bawah sorak sorai puluhan ribu bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan Jakarta. Seperti partai-partai sebelumnya, pada pertandingan final, pelatih Indra M. Thohir menurunkan the winning team; Anwar Sanusi (kiper), Mulyana, Robby Darwis, Yadi Mulyadi (belakang), Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yudi Guntara, Asep Kustiana, Yusuf Bachtiar (tengah), Kekey Zakaria, dan Sutiono Lamso (depan).
Diwarnai kontroversi dianulirnya gol Jacksen F. Tiago, Persib akhirnya kembali menorehkan sejarah dengan menjuarai LI jilid pertama, setelah Sutiono Lamso menjebol gawang Petrokimia Putra pada menit 76. Hingga pertandingan usai, Petrokimia Putra gagal membuat gol balasan, yang membuat ribuan bobotoh berpesta pora di Stadion Utama Senayan Jakarta. Pesta serupa juga terjadi di Bandung dan seantero Jawa Barat.
Bagi Sutiono Lamso, golnya ke gawang Petrokimia Putra itu melengkapi koleksi golnya pada musim itu menjadi 21 gol. Sebuah rekor yang hingga saat ini belum terpecahkan oleh striker Persib lainnya.
Berkat keberhasilannya menjadi juara LI, Persib menjadi wakil Indonesia di kancah Piala Champions Asia. Di ajang ini, Persib sukses mencapai babak perempatfinal Wilayah Timur, salah satunya dengan menyingkirkan juara bertahan, Bangkok Bank (Thailand), di babak penyisihan.

Liga Indonesia 1995-96

Pada LI II/1995-96, pengurus Persib melakukan pergantian pelatih. Setelah mengantarkan Persib menjuarai LII/1995-96 dan perempatfinal Piala Champions Asia, Indra M. Thohir lengser. Sebagai penggantinya, Risnandar Soendoro melakukan langkah-langkah regenerasi dengan menyelipkan sejumlah pemain muda seperti Yaris Riyadi, Imam Riyadi dan Dadang Hidayat ke dalam skuad yang masih didominasi muka-muka lama.
Adapun pasukan Risnandar pada LI/II 1995-96 adalah Anwar Sanusi, Gatot Prasetyo (kiper), Nandang Kurnaedi, Hendra Komara, Roy Darwis, Mulyana, Robby Darwis, Nana Supriatna, Yadi Mulyadi, Dadang Hidayat (belakang), Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara, Asep Kustiana, Asep Sumantri, Yaya Sunarya, Imam Riyadi, Yaris Riyadi, Mustika Hadi, Gengen (tengah), Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Asep Dayat, Asep Poni, dan Dadang Rusmana (depan).
Setelah menyelesaikan 28 pertandingan di babak reguler Wilayah Barat, Persib menempati peringkat ketiga klasemen akhir dengan catatan 13 menang, 11 seri dan 4 kali kalah. Dari wilayah Barat, Persib lolos ke babak “12 Besar” bersama Mastrans Bandung Raya, Pelita Jaya Jakarta, Persita Tangerang, Persikab Kab. Bandung dan Mataram Indocement. Sedangkan 6 tim yang lolos dari Wilayah Timur adalah PSM Makassar, Mitra Surabaya, Pupuk Kaltim Bontang, Gelora Dewata, Persipura Jayapura dan Putra Samarinda.
Di babak “12 Besar” yang dibagi ke dalam tiga grup, Persib bergabung di Grup C bersama tuan rumah PSM, Persipura dan Mataram Indocement. Pada pertandingan pembuka di Stadion Mattoangin, Makassar, 24 September 1996, Persib langsung ditekuk Persipura 1-2. Sementara pada pertandingan lain, PSM membekap Mataram Indocement 1-0.
Dua hari kemudian, 26 September 1996, Persib bangkit sekaligus membuka peluang untuk lolos ke babak semifinal sebagai runner-up terbaik, setelah memukul Mataram Indocement 2-0. Tiket semifinal di grup ini akhirnya menjadi milik PSM setelah pada hari yang sama mencatat kemenangan 1-0 atas Persipura.
Sayang, Persib akhirnya harus gagal mempertahankan gelar juara yang direbut tahun sebelumnya, karena pada partai penentuan, 28 September 1996, Robby Darwis dan kawan-kawan harus mengakui keunggulan PSM 0-1. PSM akhirnya didampingi Persipura ke babak semifinal setelah menjadi runner-up terbaik usai membantai Mataram Indocement 4-0.

Liga Indonesia 1996-97

Pergantian pelatih Persib kembali terjadi di awal perhelatan Liga Indonesia (LI) III/1996-97. Pengurus Persib kali ini menunjuk Nandar Iskandar sebagai arsitek “Maung Bandung”. Ketika itu, pengurus Persib juga memutuskan mengontrak Nandar untuk dua musim sekaligus.
Berbeda dengan dua musim sebelumnya, LI III dibagi ke dalam tiga wilayah, Barat, Tengah dan Timur, masing-masing diikuti 11 klub. Bermaterikan pemain yang tidak jauh berbeda dengan musim sebelumnya, Nandar sukses membawa Persib menjuarai Wilayah Tengah dengan catatan 8 kali menang, 10 imbang dan 2 kali kalah. Sebagai juara Wilayah Tengah, Persib lolos ke babak “12 Besar” bersama Pelita Jaya Mastrans, Mitra Surabaya dan Barito Putra. Dari wilayah lain, tim-tim yang lolos ke babak “12 Besar” adalah Persebaya Surabaya, Bandung Raya, Arema Malang, Persiraja Banda Aceh (Barat), PSM Makassar, Gelora Dewata, Persma Manado dan Persipura Jayapura (Timur).
Sebagai juara Wilayah Tengah, Persib mendapat jatah tuan rumah di babak “12 Besar”. Robby Darwis dan kawan-kawan menjadi tuan rumah Grup B menjamu tiga kontestan lainnya, Bandung Raya, Persma Manado dan Barito Putra.
Sayang, Persib gagal memanfaatkan keuntungan sebagai tuan rumah. Setelah menang 1-0 dari Barito Putra pada partai pembuka, 13 Juli 1997, Persib hanya mampu bermain imbang tanpa gol dengan Bandung Raya, 15 Juli 1997, dan Persma, 17 Juli 1997. Akibatnya, Persib harus merelakan tempatnya di semifinal kepada rival sekotanya, Bandung Raya yang membekap Persma 3-0 dan Barito Putra 2-0. Dengan nilai 5, hasil sekali menang dan 2 seri, Persib harus puas menjadi runner-up Grup B di bawah Bandung Raya yang mengumpulkan nilai 7.
Bandung Raya yang merupakan juara bertahan akhirnya terus melaju hingga partai puncak sebelum ditundukkan Persebaya Surabaya 1-3 di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 28 Juli 1997.

Liga Indonesia 1997-98

Kendati masih “mengharamkan” pemain asing, pada Liga Indonesia (LI) IV/1997-98, Persib mulai membuka keran bagi pemain yang bukan binaan sendiri. Ketika itu, pelatih Nandar Iskandar memboyong beberapa pemain dari luar Jawa Barat untuk memperkuat skuad yang ada. Maka, bergabunglah dua pemain PSMS Medan, M. Halim (kiper) dan Khair Rifo, striker Bandung Raya, Peri Sandria dan Surya Lesmana, gelandang asal Persijatim Jakarta Timur, Iskandar dan mantan striker Petrokimia Putra dan Barito Putra, Gatot Indra.
Namun, kedatangan para pemain dari luar Jawa Barat itu justru menimbulkan persoalan yang mengganggu keharmonisan tim. Akibat perlakuan yang berbeda antara pemain pendatang dan pemain binaan Persib, gap di antara para pemain pun terjadi. Pemain lokal binaan Persib mulai cemburu dengan perbedaan perlakuan pengurus.
Akibatnya, perjalanan Persib di LI IV pun mulai gontai. Tergabung di Wilayah Tengah, Persib mengalami lima kekalahan dalam 15 partai awal yang dimainkannya. Catatan terburuk dalam empat musim terakhir. Ini membuat posisi Nandar terancam. Bahkan, ratusan bobotoh sempat menghadiahkan karangan bunga kematian buat Nandar.
Namun, Nandar selamat dari kecaman yang lebih hebat. Pasalnya, PSSI akhirnya memutuskan untuk menghentikan kompetisi pada tanggal 25 Mei 1998, akibat kerusuhan sosial yang melanda Indonesia. Ketika itu, Persib baru memainkan 15 partai dengan catatan 6 kali menang, 4 seri dan 5 kali kalah dan tertahan di peringkat kelima klasemen sementara.

Liga Indonesia 1998-99

Memasuki LI V/1998-99, persiapan Persib diwarnai konflik internal yang berkepanjangan. Lantaran ketidakjelasan manajemen tim, sejumlah pilar Persib, khususnya yang bukan pemain binaan seperti M. Halim, Iskandar, Surya Lesmana, Giman Nurjaman, Khair Rifo dan Gatot Indra memilih hengkang.
Tidak hanya itu, para pemain binaan sendiri yang selama ini menjadi ikon Persib turut kabur. Para pemain yang terpaksa pergi dengan hati terluka, akibat perselisihan dengan manajemen tim itu adalah Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Gatot Prasetyo, Asep Dayat dan Hendra Komara.
Akibat kehilangan banyak pilar, Persib yang ketika itu ditangani pelatih debutan M. Suryamin dan Manajer H.M. Sanusi tampil di LI V dengan kekuatan compang-camping. Plus kondisi internal tim yang sudah tidak kondusif, serta munculnya faktor klenik dalam mempersiapkan tim, Persib mengalami keterpurukan dan harus kehilangan tempat di jajaran elit sepakbola nasional.
Bahkan, setelah memainkan 6 dari 8 pertandingan yang harus dijalani, Persib yang tergabung di Wilayah Barat Grup B nyaris terlempar ke Divisi I. Dalam enam pertandingan itu, Nana Priatna dan kawan-kawan hanya mencatat hasil 2 kali menang, sekali seri dan 3 kali kalah. Beruntung, Persib masih bisa menghindari degradasi setelah mencatat kemenangan 3-1 atas Persita Tangerang di Stadion Benteng, Tangerang, 7 Februari 1999. Meski pada partai terakhir kembali kalah 1-3 dari Persija di Stadion Siliwangi, Persib tetap selamat dan tiket degradasi menjadi milik Persita.

Liga Indonesia 1999-00

Meski nyaris terdegradasi, pelatih M. Suryamin masih dipertahankan Persib pada LI VI/1999-00. Namun, karena besarnya pengaruh faktor klenik dalam perjalanan tim serta buruknya prestasi Nandang Kurnaedi dan kawan-kawan dalam lima pertandingan awal, Suryamin akhirnya harus lengser. Akibat tekanan publik, pers, dan pengurus, Suryamin akhirnya menyatakan mengundurkan diri. Suryamin mundur setelah Persib dikalahkan Persita dan Persikab 0-1, dua kali imbang lawan Indocement Cirebon dan Medan Jaya serta dibekap Semen Padang 0-3.
Pada saat konferensi pers pengunduran dirinya di Sekretariat Persib, Jalan Gurame Bandung, Suryamin menyatakan ia terpaksa menanggalkan jabatannya sebagai pelatih Persib karena merasa didzalimi semua orang, termasuk pers yang dinilai selalu memojokkannya. “Celakalah bagi orang-orang yang telah berbuat dzalim,” hardik Suryamin yang ketika itu terlihat sangat emosional.
Menyusul pengunduran diri Suryamin di tengah jalan, pengurus Persib akhirnya menunjuk Indra M. Thohir sebagai penggantinya. Inilah kejadian pertama kali pengurus Persib melakukan pergantian pelatih di tengah jalan sepanjang sejarah perjalanan LI.
Ditangani pelatih yang membawa Persib menjuarai LI I/1994-95, prestasi Persib secara perlahan mulai menanjak. Kendati demikian, hampir sepanjang kompetisi, bayang-bayang degradasi masih tetap menghantui Persib. Mulyana dan kawan-kawan baru bisa keluar dari ancaman degradasi dalam empat pertandingan terakhir.
Kemenangan dalam menahan PSP Padang 0-0 di Padang (18/5/00), Persib mencatat tiga pertandingan kandang secara beruntun yaitu dengan membekap Persijatim 2-0, (28/5/00), PSBL 3-0 (1/6/00) dan Indocement Cirebon 1-0 (8/6/00), sekaligus mengamankan tempat di Divisi Utama musim berikutnya. Di akhir kompetisi reguler Wilayah Barat, Persib berada di posisi 8 dengan nilai 32, hasil 8 kali menang, 8 seri dan 10 kali kalah.

Liga Indonesia 2001

Berhasil menyelamatkan Persib dari ancaman degradasi, Indra M. Thohir kembali dipercaya menangani “Maung Bandung” pada LI VII/2001. Untuk memperkuat skuadnya, Indra Thohir merekrut beberapa pemain anyar seperti Abdus Shobur, Luis Simoes, Nana Setia dan mantan pemain Pelita Jakarta. Yang sedikit menghebohkan, Indra Thohir juga memanggil kembali gelandang mungil, Yusuf Bachtiar yang sudah lama absen membela Persib.
Meski sempat mengundang pertanyaan di kalangan bobotoh, namun Thohir tetap pada keputusannya. Hasilnya, Persib kembali masuk ke jajaran elit sepakbola nasional setelah memastikan diri lolos ke babak “8 Besar”. Yaris Riyadi dan kawan-kawan lolos ke babak “8 Besar” setelah menempati peringkat ketiga klasemen akhir Wilayah Barat dengan catatan 15 kali menang, 2 seri dan 9 kali kalah.
Di babak “8 Besar” Persib bergabung di Grup A bersama tuan rumah PSMS Medan, Persebaya Surabaya dan Barito Putra. Bertanding di Stadion Teladan Medan, Persib sempat membuka harapan untuk lolos ke semifinal, ketika pada pertandingan pembuka, (26/9/01), membekap Barito Putra 2-1 lewat gol Mulyana dan Yaris Riyadi.
Namun, pada partai kedua, (28/9/01), Persib harus mengakui keunggulan tuan rumah PSMS Medan 0-1. Kekalahan itu membuat Persib harus menjalani partai hidup-mati melawan Persebaya yang juga mencatat hasil sekali menang 1-0 atas Barito Putra dan kalah 1-2 dari PSMS. Dalam pertandingan penentuan itu, baik Persib maupun Persebaya wajib meraih kemenangan untuk mendampingi PSMS lolos ke semifinal.
Tapi, dalam pertarungan yang berlangsung sengit, (30/9/01), Persib dan Persebaya bermain imbang 0-0 dalam waktu 2 x 45 menit. Karena sama-sama mengumpulkan nilai 4 dengan selisih gol yang sama 2-2, pertandingan terpaksa harus diselesaikan melalui perpanjangan waktu. Petaka buat Persib akhirnya datang pada menit 115, ketika Reinold Pieters menjebol gawang Persib yang dikawal Anwar Sanusi. Gol Reinald itu tak bisa disamakan hingga pertandingan usai dan Persib harus merelakan tempatnya di babak semifinal kepada Persebaya.
“Gol itu terasa sangat menyakitkan. Sebab, gol itu membuat kita gagal berangkat ke Senayan,” kenang penjaga gawang Persib, Anwar Sanusi.

Liga Indonesia 2002

Pada LI VIII/2002, gerakan regenerasi dilakukan pengurus terhadap jajaran pelatih. Indra M. Thohir yang mengantarkan Persib lolos ke babak “8 Besar” LI VII/2001 tidak dipertahankan. Sebagai gantinya, pengurus Persib menunjuk trio pelatih muda, Denny Syamsudin, Dedi Sutendi dan Lukas Tumbuan.
Berdasarkan prestasi Persib pada musim sebelumnya, untuk LI VIII/2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar